Matahari cinta (jarak) Kita.
taken from : www.athba.net |
Bukankah kita
senantiasa berjumpa dengannya? Dan bukankah itu menunjukkan betapa kita
mengenalnya?
Benarkah?
Seprtinya kita
tak yakin??
Maka mari
kita berkenalan.
Namanya Matahari,
tapi kau bisa memanggilnya dengan mentari atau surya. Sesuai teori manusia, ia
terlahir sekitar 4,6 miliar tahun yang lalu*, terlahir dikarenakan
peluruhan gravitasi suatu wilayah di dalam sebuah awan molekul besar*.
Matahari, bentuknya hampir bulat sempurna, berdiameter sekitar 109 kali diameter bumi*. Matahari,
berjarak 1,49 x 108 km*. matahari, keseluruhannya bisa
disebut api, dari sinilah matahari memberi cahaya pada bumi dan semesta
lingkaran galaksinya.
Matahari, kita telah mengenalnya bukan?
Iya.
*kita dengan
mantap mengatakannya, dikarenakan perkenalan singkat dalam deretan kalimat
diatas*
Kita belum mengenalnya.
Benarkah?
Iya.
Matahari, ini
bukan tentang sejuta maslahat ataupun mudharat alamiah (bawaan) darinya bagi seluruh mahkluk yang senantiasa
menjumpanya. Bukan. Namun ini tentang rasa yang dimiliki olehnya bagi lingkaran
semestanya, terlebih khusus BUMI.
Ya, ini
tentang cintanya pada bumi, pada seluruh makhluk yang bernaung di dalam planet
biru itu.
Ya.. cinta,
cinta yang tulus, namun terikat jarak. Jarak yang tak akan pernah mampu luruh.
Matahari,
tetap disana, menggantung di langit kita, bukankah ia begitu perkasa?. Membagi semua
cintanya. Ya, karena yang ia punya hanya cinta,maka ia senantiasa memberi. Ya,
karena yang ia tahu cinta itu artinya memberi, seprti kata M. Anis mata : “cinta
itu adalah memberi, memberi semua yang kita miliki”, meski kadang sumpah
serapah-lah yang terhadiahkan dari terik cintanya.
Matahari, ia
juga setia. Lihatlah, meski langit sedang di jumpai mendung tapi bukankah kita tetap
mampu membedakan siang dengan malam?. Itu karena matahari tetap setia membersama.
Bahkan saat ia harus memperlebar jarak bersama, ia tetap suguhkan kehangatan,
ketenangan, yang kita sapa dengan senja.
Sungguh? Tapi mengapa harus tetap ada jarak? Sepertinya
ia tak benar-benar mencinta? Bukankah katamu ia setia?
Hei itulah cinta, cintanya matahari pada bumi,
pada kita.
Seprti kata
Azhar Nurun Ala **: “bahwa matahari tak pernah membenci bumi, ia
hanya tidak ingin menyakiti”.
Oh ya?. Kalau saja matahari mencintai bumi,
dengan abadinya keberjarakan yang ditakdirkan pada mereka mestinya telah
teredam bara yang ia punya, teredam oleh air matanya ***.
Hei, ia sedang menjauh untuk menjaga.
Argh,, aku benci konsep itu***.
^_^ begini saja, “kita harus mencintai seperti
matahari, pun setia seperti dirinya, tetapi kita tak boleh berjarak seperti ia
dengan bumi”.
Notes:
*wikipedia
**Azhar
Nurun Ala dalam buku JA(T)UH
*** Azhar
Nurun Ala dalam buku JA(T)UH
Si Mentari
Senja, 16 Mei 2014
Tags: prosa,
bahasa hati, orat oret
Comments
Post a Comment