Posts

Tenggelam

Image
Aku tak punya kata untuk menggambarkan sebuah perpisahan selain matahari tenggelam.- Ru Tenggelam dan lalu kembali keesokan harinya. Sepertinya ia tetap sama tapi bukankah hari menjadi berbeda? Lantas masihkah ia sama? Masihkah ia sama dengan matahari di senin di dua minggu kemarin, pun  matahari di bulan kemarin? Rasa-rasanya tidak bukan. Maka bukankah kita telah melewati begitu banyak perpisahan? Matahari yang terbit tenggelam, hari yang berbeda, bukankah dengannya kita haruslah menjadi maklum bahwa selama mendiami bumi, perpisahan akan selalu mengemuka entah dalam jumlah yang kali keberapa. Dan tentang tenggelam, bukankah kita juga sering tercengang dan merutuki diri saat ia begitu sia-sia melewati waktu yang dibersamakan dengannya? Seringnya kita terlambat menyadari betapa sesuatu itu teramat berharga saat ia telah hilang dari genggaman. Barangkali begitulah tenggelam dan perpisahan, hadirnya menghadiahkan kita pemahaman dan penyadaran untuk menjalani waktu yang DI

Ranu

Image
Tidak begitu persis disebalahnya, sepasang mata teduh lainnya sedang menikmati pemandangan yang sama. Saat langit sedang bermandikan jingganya senja yang amat tua, pertanda sebentar lagi ia purna menyelesaikan titah Tuhannya. lonthoir Perempuan beransel biru ; “ sudah berapa lama ya kita tak saling membagi kata, Ran? (senyum). Hmm, ralat, aku, akulah yang selalu memburumu dengan kata-kata. Sedang kau selalu berhasil menghadiahi tiap resah ku dengan ketenangan. Ranu                          : Kau terlalu berlebihan, sebenarnya aku hanya menguatkan dirimu yang sejatinya kuat namun lebih suka hanyut dalam khawatir yang kau lebih-lebihkan.    Perempuan beransel biru:  dan kau, selalu begitu. Ya seharusnya kau begitu sebab itu kamu. Oh ya, Ran, kau juga sedang menyaksikan kembalinya senja dihari ini bukan? Apa kau masih tetap yakin kita tak sedang dikerjain? Ranu                              : Jangan bilang ini tentang peristiwa yang menghampiri kita berulang-ulang.

Selamanya(?)

Image
Ra, sepertinya benar setiap orang menyukai konsep selamanya pada apa-apa yang mereka anggap baik dan menerbitkan bahagia. Dan lalu berharap bisa memaku bahagia itu. Padahal di dunia ini apa coba yang benar-benar menetap dalam tetap? Hampir-hampir tak ada bukan.? Lihat saja langit diatas sana, bagaimana bisa berharap ia selalu biru sedang iapun terpastikan membiaskan warna abu-abu, jingga dan lainnya. Atau bagaimana bisa berharap waktu hanya berdetik diangka dimana rasa bahagia itu mengemuka? Ah ya perihal waktu siapa pula yang bisa mengalahkannya? Barangkali hanya ia yang bisa menggandeng konsep selamanya dalam perputarannya. Jadi benarkan di dunia ini tak ada yang selamanya? Tak ada yang bisa terus disitu saja.? Seperti usia yg terus merangkak naik dalam angkanya. Semua bergerak, semua berubah termasuk perasaan tentunya. Maka siapkan cukup ruang di hati mu untuk menerima setiap perubahan itu, agar sewajarnya dalam menggenggam sesuatu, hingga saatnya tiba u

Ketepatan

Image
senja, salah satu misteri di dunia ini barangkali adalah ketidak tahuan kita pada apa yang ternamai ke-tepat-an. Lalu kita sibuk berjuang dengan prasangka berujung bersama meski tak ada garansipun disana. Kita melaju dengan keyakinan utuh, tanpa memberi ruang pada kemungkinan lainnya. Tepat, adakah yang tahu dengan persis seperti apa derajat samanya? Adakah yang bisa melacak serupa apa sandinya, hingga bila ada se- yang-hendak-menjadi-pasang merasa telah saling dipertemukan dapat ‘memastikan’ kebersamaan. Tanpa dihinggapi takut patah ditengah perjuangan. Dan nyatanya kita tak benar-benar bisa menerka apa itu ukuran bersama. Kita hanya bisa memperjuangkannya saja, meraba-raba diri yang tepat dan waktu yang memihak. Usaha kita, dapat lebih dari sekali, lebih dari se-orang yang kita perjuangkan. Maka siapkan hati yang sedia patah bila sedari mula telah begitu mengharapkan bersama dia-saja, sebab ukuran dengan siapa dan kapan itu ada padaNya. senja, kau boleh saja

Jatuh, berkali

yang jatuh berkali ditempat yang sama, tengoklah dirimu dikala jatuh itu.  Pertama kali jatuh, kau terbenam dalam ketidak percayaanmu, maka sulit dan butuh begitu lama waktu untuk bangkit kembali. Setelah bangkit yang susah payah itu, kau kembali jatuh, ditempat yang sama pula, tanda tanya semakin menusuk kepala, mencipta perih hingga ulu hati. Kali itu bukan hanya sulit untuk bangkit melainkan juga kau sulit mengatasi tanda tanya-tanda tanya itu. Setelah bangkit yang kedua, kau jatuh lagi ditempat itu pula. Dengan segala riwayat yang telah ada sebelumnya, kau kini tak begitu mempedulikan tanda tanya dan perih bersebab luka lama. “apa ada yang luput dari pikirku hingga lubang ini begitu sulit ku hindari?, apa aku lupa memahami sesuatu? Mengapa sepertinya aku bodoh sekali hingga begitu mudah terjerembab berulang kali”. Hingga tangan yang kau nanti untuk membantumu bangkit, mengulur ke arahmu. Tangan ini beda. Kau pun sadar, selama ini telah lupa memahami arti menyandark

Teruntuk Senja,,

Image
Apa kabarmu di kaki langit sana? Apa tiap kepulangan semakin mendewasakanmu dalam merelakan? Kau pernah berkata padaku; seperti halnya aku, hidup ini hanya sesaat, sementara.  maka mengapa mesti mati-matian menggenggam apa yang hanya dititipkan padamu. Hari itu aku masih ngeyel senja, merasa bahwa keserba kemungkinan dalam hidup ini dapat mengantarkanku pada apa yang ingin ku raih. Berbekal upaya dan doa, kataku pada mu tempo itu. Tapi aku lupa senja, lupa hakikat apa-apa yang kita genggam meski diraih dengan susah nan payah, hanyalah titipan. Maka sebuah kerelaan datang padaku, ia memintaku menentukan pilihan diantara hal yang sama-sama menghadirkan tanda tanya sekaligus luka. Bila ku pilih yang satu, di hatiku bersemayam kekecewaan yang dalam perjalanannya semakin menggunung saja, pemakluman tak lagi mempan ku jadikan tameng. Namun memilih yang lain membuatku di masa depan nanti berhadapan dengan diriku sendiri, diriku yang barangakali menyesal telah menentukan pilihan

Patah

Tak akan ada yang melangkah bila sedari mulainya ia telah tahu akan ketidak sampaiannya. Lalu, dunia akan sepi tanpa rapalan harapan. Ini cara sekian yang kau ikhtiarkan untuk memperjuangkan apa-apa yang kau namai impian. Tujuanmu telah kau tetapkan, jalanmu telah kau pilih jua. Telah kau hitung segala yang bisa terjumpai diperjalananmu ini. Kau sadar, jalan yang kau yakini sebagai jalan yang baik nan lurus tak akan selamanya mulus. Ada  kerikil hingga lubang lebih dari selebar kolam yang siap sedia menghadang perjalananmu. Tentu ini bukan hanya berlaku untukmu, bersebab hidup memanglah ujian itu sendiri bukan. Lalu, dicara sekian diperjalananmu meraih impian ini, kau dipertemukan dengan lubang bernama perasaan, ia gelap, pekat, tak tahu dimana dasarnya. Kau tak punya pilihan selain melewatinya. Kau terus berjalan dengan ditemani bekal yakinmu. "Ini akan berakhir, semakin pekat semakin dekat dengan fajar, serupa malam", batinmu. Sesekali kau menengok kebel