Posts

Showing posts from May, 2014

Sastra, mewarna (Aku) Ruang

Sejak kapan mencinta sastra? Sejak aksara mewakili rasa, sejak metafora menjadi bahasa jiwa. Tak pasti kapan terjadinya, ketertarikan ini kian menggunung rasanya. Seperti  fenomena gunung es, dari jauh terlihat kecil tapi didalamnya (sila dijawab sendiri). Kalau diingat-ingat, ini bermula sejak ketertarikanku pada tulis-menulis mengemuka. Awalnya hanya curhatan biasa. Namun, tak hanya disitu ujungnya, aku mulai merambah dunia membaca (etapi membaca sudah kulakukan sebelumnya, hehe) specialy pada bacaan bergenre sastra melankolik; prosa, puisi,de el el. Jatuh lah aku padanya, pada sastra yang menenangkan jiwa, pada sastra yang membawaku terbang sejauh-jauhnya, lantas bersembunyi tepat pada aksara-aksaranya. Benarlah sudah apa yang dikata Umar bin Khatab ra: “ajarkan  anakmu sastra, agar anak yang pengecut menjadi pemberani ”. Ya sastra, memberanikan diri mengungkap yang semestinya, menjadikan bahasa sebagai penyampai pesan terhalus bagi para pendengarnya.  Bagiku, mun

Ruang (dan) Kita

Image
taken from : antarafoto.com Tak pernah tahu, apa yang ada didepan, terhalang pandang yang memang samar. Maka tetap bertahan, tetaplah berjalan. Tak pernah mampu, mengundur waktu, menghapus noda, mengubah yang telah diperbuat laku. Maka tetap bertahan, tetaplah berjalan. Ada kesempatan, menyempurna kurang yang telah lalu. Ada peluang mencipta karya, menjejak di semesta. Maka tetap bertahan, tetaplah berjalan. Itulah kita bersama ruang dengan batas: nalar-rasa. Si Mentari Senja, 29 Mei 2014 tags: orat-oret

Dakwah itu

Image
Dakwah itu jalan cinta para pejuang, kata Salim A. Fillah. Kau tahu mengapa? Karena pejuang yang berjuang membutuhkan cinta untuk mengutakan perjuangan, mengokohkan langkah yang kian rapuh di tiap titiannya. Maka cinta para pejuang bukan benda, bukan tujuan. Melainkan cinta adalah kerja, adalah mencipta karya. Dakwah itu layaknya pohon, daunnya adalah pejuangnya. Kau tahu daun bukan? Ia, daun akan selalu diikuti siklus tumbuh-gugurnya. Tumbuh, memberi ruang bagi lahirnya penghuni baru, untuk bersama melahirkan karya. Namun, bagaimana dengan si gugur? Ah.. alangkah nikmatnya, jika gugur pada waktunya, dengan khusnul khotimah, merengkuh syahid insya ALLAH, dengan sebelumnya telah mencipta karya meski tak seberapa. masagusperdana.blogspot.com Tapi tahukah kamu? Ada yang masih hijau nan mampu mengahadiahkan karya. Namun ia, futur, memilih mundur, lantas gugur. Jadilah kita yang mana? Semoga mata tetap mampu melihat cahaya. Semoga hati te

Matahari cinta (jarak) Kita.

Image
taken from : www.athba.net Ia, tertakdirkan untuk menjadikan kita mampu melihat, maka ia adalah mata kita.Menjadikan hari kita penuh corak: panas, terik, hangat. Mengajarkan kita arti tulus dalam memberi,   karena ia matahari.    Bukankah kita senantiasa berjumpa dengannya? Dan bukankah itu menunjukkan betapa kita mengenalnya? Benarkah? Seprtinya kita tak yakin?? Maka mari kita berkenalan. Namanya Matahari, tapi kau bisa memanggilnya dengan mentari atau surya. Sesuai teori manusia, ia terlahir sekitar 4,6 miliar tahun yang lalu * , terlahir dikarenakan peluruhan gravitasi suatu wilayah di dalam sebuah awan molekul besar * . Matahari, bentuknya hampir bulat sempurna, berdiameter sekitar 109   kali diameter bumi * . Matahari, berjarak 1,49 x 10 8 km * . matahari, keseluruhannya bisa disebut api, dari sinilah matahari memberi cahaya pada bumi dan semesta lingkaran galaksinya.  Matahari, kita telah mengenalnya bukan? Iya.   *kita dengan mantap mengataka

Aku, #Kamu dan Orbit Kita

Image
taken from ; lanlan29.wordpress.com Pada mulanya garis edar kita tak saling mendekat pun galaksi kita. Kita berada dan beredar di tempat berbeda. Dikarenakan ‘benturan’ hebat itu kita dipersuakan, garis edar kita saling bersinggungan, dan kau tentu tahu apa yang akan tertulis setelah itu. Ingat bukan?? Saat awal kita dipertemukan?? Ditempat asing itu, satu sama lain kita begitu asing. Ya.. karena sedari awal kita memang asing untuk masing-masing kita, maka inilah yang membuat kita beda. Kita terus dalam irama yang kebanyakan berbeda, mengitari garis edar kita yang hampir selalu bersinggungan, bahkan pernah kita disatukan, seketika itu segala yang asing, semua yang beda lenyap sudah, maka kau dan aku menjelma kita, meski tak utuh sepenuhnya, meski dalam raga yang berbeda. Dalam orbit yang sama, beda kita selalu mengemuka, tapi bagiku jauh didalam sini kau dan aku selalu brsepakat meski dalam diam bahkan dalam riuhnya perdebatan.  Sejenak.. jenuh menyapu keakrab