Mendengar

Kali ini izinkanlah aku hanya mendengar saja, agar telinga ini peka, mata ini terbuka, hati ini menerima dan langkah dapat  ku ayun setelahnya.

Pada langit yang entah hari keberapa membersamainya, diamanahkan menjadi yang mendominasi dalam mengarahkan, memahamkan hakikat jalan, menyemangati saat surut memainkan peran menjadikan mulut kadang payah mengejar laku dan letih meluruskan niat. Sapaan itu; kakak, menjadikanmu seolah tak boleh salah, tak boleh terlihat payah. Karena yang kau lakukan dapat menjadi warisan bagi penerus perjalanan. Bebankah? Beratkah?

Tak bisa dipungkiri, kadang iri menghampiri saat lisan juga ingin berseloroh menyampaikan segala keluh dan kesal yang ada. Betapa inginnya diri tak diper-kakak-an, bukan, sungguh bukan karena ketidak sukaan namun karena jiwa tahu betapa aib juga masih mendominasi, betapa yang dilakukan masih jauh tertinggal dari yang dikatakan.  Maka tak salah bukan bila aku merindui nasihatmu?

Karena bukankah sebaik-baik kita dalam perjalanan ini ialah yang tak sungkan untuk saling mengingatkan?, di posisi apapun kita, kepada siapapun nasehat itu kita berikan, tentu dengan cara yang telah diajarkan oleh sang suri tauladan, maka jangan merasa sungkan. Jangan sampai karena rasa sungkan menjadikan salah pada saudaramu berdampak lebih besar, hingga dia memilih diam lalu mundur dari medan juang.

Karena bukankah salah satu nikmat dari dibersamakan di jalan ini ialah nikmat saling nasihat menasihati dalam persaudaraan? Maka izinkanlah aku untuk juga bisa mendengar nasihat darimu, tegurlah aku saat khilaf tak bisa ku lihat, pada salahku yang terlihat oleh matamu duhai saudaraku fillah. 



seNja, Agustus 2016
telinga ini butuh mendengar lebih banyak kawan :’)
Tags: RuangRasa


Comments

Popular posts from this blog

Menunggu, Jangan(?)

Pulang

Ketepatan