sahabat jiwa
Raga akan berkalang tanah, jiwa akan kembali
pada Tuhannya, namun akan ada yang tetap dikenang dari yang telah berpulang,
ialah jejak.
Malam itu, di bawah temaramnya
purnama, tetiba ingatanku memutar ulang kenangan kita, aku mendapatimu
tersenyum ceria selepas penatnya meyelenggarakan agenda, mendapatimu terburu-buru karena tak mau mereka menunggu, mendapatimu diam-diam meneteskan bulir air
mata, mendapati kita yang saling berpeluk mesra menguatkan masing-masing jiwa.
Aku dan kamu telah memilih menempuh
sebuah jalan, dari tempat dan waktu yang sama. Detik berganti menit, berganti
jam, berganti hari. Bulanpun telah menggenap tahun, perjalanan kita tak ubahnya
kapal yang mengarungi birunya samudra.
Sudah banyak tempat yang kita
singgahi, sudah banyak hal yang terlakoni, sudah banyak jiwa yang kita temui,
katamu:” perjalanan ini telah menjadikanku sebagai aku, terimakasih pada Dia
yang telah menghadiahi perjumpaan dan kebersamaan”.
.....................
Lalu bagaimana bisa aku merela
berpisah, sedang jejakmu telah tertinggal dalam benakku?
Si Mentari Senja, 28 oktober 2014
tags: bahasa hati, prosa
Suka baca tulisan ini.
ReplyDeleteSemoga ikatan hati mengabadi, salam buat dia ya ;)