Rerasa Kopi

hari ini adalah hari kesekian menjumpa langit  yang kunamai ‘gua’. Seperti biasa,menjadi peserta pada games yang dibawakan sang dalang sampai bertukar ide antara sang dalang dan para wayang (meski pada dasarnya sang dalanglah yang banyak mewabahkan ide, hehe) terkait pengemabangan skill perwayangan. Disesi inilah banyak hal yang tereksplore, salah satunya adalah hikmah dari sebuah cerita. And the story is….. kopi dan wadahnya (judulnya tak   disebutkan, so saya yang menentukan deh, hehe) 

terkisahlah…..

taken from : blogtainment-remaja.blogspot.com
Di sebuah acara reuni sekolah, hadirlah para guru + murid-murid yang telah sukses dan  tak lagi menyandang status sebagai murid tentunya. Acara berlangsung hangat nan akrab, hingga tiba mencicipi hidangan. Seorang guru menyiapkan kopi dan wadahnya  (gelas kaca biasa, gelas plastik dan cangkir), untuk meminumnya masing-masing orang dipersilahkan menuang sendiri  di wadah yang mereka pilih. Dan ternyata semua murid memilih menggunakan cangkir ketimbang gelas biasa dan gelas pelastik, jadilah para guru yang menggunakan gelas-gelas tersebut. Guru yang menyiapkan kopi tersebut berkata kepada seluruh orang diruangan itu (dan inilah hikmahnya yang sedikit diimprovisasi oleh penulis), lebih kurang seperti ini : hidup kita ibarat kopi dan wadahnya, kita memilih meminum kopi dengan wadah yang cantik (cangkir),padahal yang akan kita minum adalah kopi bukan wadahnya, dan menggunakan wadah apa saja rasa kopi tetaplah kopi. Sama halnya dengan rasa kopi, hidup kita dimanapun, pada posisi apapun, rasa dalam hidup kita akanlah sama, sedih tak melulu, bahagia tak selalu.”

Telah tersampaikan hikmah menandakan maksud dan tujuan ditulisnya cerita hampir pungkas. Dan inilah maksud utamanya: 

Saat sang dalang menceritakan kisah ini, beuh.. berasa ada yang nabok + nampar. Tetiba ingatan gua  berlabuh pada pernyataan seoarang kakak : “jangan terjebak pada lambang!!”. Aiish.. benarkah mencintai langit saat ini, memiliki rasa sebesar ini adalah bagian dari terjebak pada lambang?. Bahwa ternyata yang harus gua nikmati, hayati + hadapi adalah ‘rasa kopi’ bukan wadahnya. Jadi, jika tak bersama wadah yang sama, gua pasti tetap mencicipi kopi. Maka, pada apa-apa yang saat ini bersama dan tergengam ditangan serta sewaktu-waktu akan menghilang, gua harus mengikhlaskan karena meski gua tak bersama rasa dari kopi yang gua nikmati tetaplah sama, bahwa wadah yang saat ini membersamakan gua mungkin akanlah berganti tetapi apa yang gua jalani akanlah sama, insyaALLAH, asalkan pada jalanNya gua tetap istiqamah. 


#tulisan ini ditujukan khusus untuk diri :’)
Si Mentari Senja, 19 Agustus 2014
tags: #inspirasi                                                                                                                                     




Comments

Popular posts from this blog

Menunggu, Jangan(?)

Pulang

Ketepatan