Kisah Kasih dengan Si Buku; Sebuah Momentum Sejarah


baca,baca,baca,, rubah dunia ^__^
Buku, benda yang satu ini, dulunya bagiku tak lebih dari sekedar mainan yang begitu membosankan. Apalagi jika yang menjadi isu utamanya ialah sejarah, berbab-bab isinya tentang kilatan masa lalu orang lain, sukur-sukur diselipi gambar, eh yang ada malahan tumpukan kertas kusam nan tebal (menambah seram dan ekstrim saja >__<). Lantas itulah alsanku untuk tak mau membaca. 

Waktu berputar kawan, dan akupun beranjak dari titik itu, titik membenci buku. Awalnya menyukai komik.. ya karena ada gambar, hehehee.. lantas, bergeser lagi ke agak yang lebih tebal meski gendrenya tetap sama fiksi a.k.a sepupunya si komik; novel, ^__^. Nah, si sepupunya komik ni ngebuat aku mikir sikit, ternyata buku itu gak serem-serem amat  ya,, apa lagi kalo topik yang dimuat bergendre religi featuring romance gitu, ya misalnya AAC, KCB n so on, yang bisa membius pembacanya hingga merasa berimaji terbang kesurga padahal tu  kaki masih napak di bumi, hihihi.

Sebelum diriku mencontinue napak tilas kisah kasihku dengan si buku, kita Bahas sikit ya alasan aku ngelike novel-novel yang ku sebut barusan; AAC, KCB, and friends. Soale novel-novel tu sangat amat dalem maknanya kawan, apalagi buat aku yang waktu itu masih mengenyam bangku SMA ; dimana-mana bertabur bunga asmara (ngakak sambil ngejingkrak, hahahaha).. ya, karena novel-novel itu bener-bener nyuguhin kehidupan romance anak manusia yang 360 derajat berbeda dengan kenyataan hidup di dunia, bak kita di ajak hidup di zaman Nabi ; segala sesuatu berpondasikan iman,hatta memilih jodoh sekalipun (ya ea lah,, kan ni soal akhirat kita.. ^__^). Jadinya diriku menyadari sesuatu hingga berujar; ya Rabb, izinkan aku punya pendamping seperti khairul azzam atau si fakhri, gak usah yang kuliah di kairo, yang kuliah di Indonesai juga boleh, wkwkwkwkw... 

Eit,, stop!!, kembali ke si buku. Kini, ketika aku telah berhijrah ke kondisi yang insyaALLAH lebih baik, ku pahami bahwa buku  begitu amat sangat berharga, apapun gendrenya apalagi sejarah (bertolak banget yang ama waktu SMA,, * begitulah Shibgah ALLAH *__*). Hal ini ku awali dengan ketertarikanku pada buku dari penulis yang  menurutku subhanallah sekali; Salim. A. Fillah, penulis apik yang mampu memadupadankan pengetahuan umum, kisah, film dan yang paling hot nan  membahana; siroh, karena aslinya si siroh ini... asli boring banget di baca. 

Buku pertama yang ku baca dari beliau; “Agar bidadari cemburu padamu”, bukankah buku ini begitu profokatif?. Bener banget, bukan hanya menimbulkan pertanyaan yang kita pasti bakal langsung ngungkapin ketika ngebaca judulnya; “emang bisa  bidadari cemburu sama kita?”, “Caranya gimana?”. Tapi lebih dari sekedar menjawab pertanyaan kita kawan, buku ini menceritakan tentang kita makhluk ciptaan ALLAH yang lembut ini, mulai dari bagaimanakah kita di hadapan ALLAH samapai pada perempuan-perempuan solehah, energik nan heroik yang telah menorehkan potret sejarah gemilang nan cemerlang bagi hidup mereka dan tentunya bagi kita yang datang dari belakangan. 

Sungguh kawan, ini buku pertama yang ngebuat diriku jatuh cinta ama yang namanya membaca dan bukan hanya pada bukunya tapi pada penulisnya juga, terlahir kekaguman pada sosok penulis yang menurutku amat apik dalam mengotak-atik kata-kata yang ada pada kepala beliau, semoga kemampuan ini selalu ALLAH hadirkan dalam hidup beliau hingga mampu menelurkan karya nan bermanfaat bagi para pembacanya terlebih aku,, (ngarep modeon, hehehe). So,, inilah awal karir membacaku.  

Karir membacaku kian menanjak kawan, meski kuantitas buku + kuota penulis yang kubaca masih didominasi ama pak Salim A. Fillah, tapi Alhamdulillah pengetahuanku telah sedikit bertambah dan insyaALLAH kecintaanku pada membaca juga bertambah. Bergeser sedikit, kesini, malam ini (22 juli 2013), dan ini yang menjadi alsanku menulis note ini (ya masih tentang buku), tapi bukan buah dari tangan emasnya pak Salim, melainkan hasil perpaduan kecemerlangan dan kecerdasan (mudah-mudahan diriku kagak salah mempredikati, kalo ya,, maaf ya pak *presiden) dari seorang tokoh yang luar biasa ; Pak M.Anis Matta.

Awalnya gak kebayang banget kalo aku bakal suka ama buku-buku karya beliau, ya karena pasti tulisannya berat banget (ya namanya juga orang cerrdas). Namun, ketika aku memulai mengintip buku beliau yang berjudul “Mencari Pahlawan Indonesia”, asli diriku terpesona banget. Buku yang awalnya merupakan kumpulan tulisan-tulisan beliau pada salah satu majalah islam yang kemudian di bukukan ini, mengangkat sebuah konsep pembahasan yang begitu fenomenal; tentang jati diri seorang pahlawan. 

Pahlawan, bukan superman, spiderman apalagi wonder woman, melainkan Pahlawan adalah orang biasa yang melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, dalam sunyi yang panjang, sampai waktu mereka habis.Mereka tidak harus dicatat dalam buku sejarah. Atau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Mereka juga melakukan kesalahan dan dosa. Mereka bukan malaikat. Mereka hanya manusia biasa yang berusaha memaksimalkan seluruh kemampuannya untuk memberikan yang terbaik bagi orang-orang di sekelilingnya. Mereka merakit kerja-kerja kecil jadi sebuah gunung: karya kepahlawanan adalah tabungan jiwa dalam masa yang lama.” Anis Mata, Mencari Pahlawan Indonesia; pesan untuk orng-orang biasa. 

Lebih dari sekedar pengertian kawan, buku ini mengajak kita untuk memahami hakikat kepahlawanan, dimulai dari  jati diri seorang pahlawan hingga pada bunga-bunga yang mewarnai perjalanan sang pahlawan dalam menorehkan tinta emas karyanya. Mungkin akan sedikit menyita ruang pikir kita ketika membaca lebih dalam buku ini, karena memang karya beliau ini sedikt berat (menurutku; sesuai kemampuan otak ku dalam  mencerna setiap baris-baris kalimatnya), dan bukan hanya tersita karena mencernanya tetapi tersita juga karena ada dorongan yang terlahir dari dalam diri  kita yang ingin bermetamorfosis menjadi sang pahlawan yang tertuang pada buku itu, mungkin.

 Berat,, tentu iya, namun seperti yang tertuang dalam buku ini, untuk menjadi pahlawan bukan berarti sepanjang hidup melakukan pekerjaan-pekerjaan kepahlawanan, melainkan kepahlawanan seseorang mempunyai momentumnya. Namun, kita tak tahu kapan momentum itu ( yaitu kematanngan pribadi dan peluang sejarah) datang. Maka, usaha manusiawi yang dapat kita lakukan adalah mempercepat saat-saat kematangan pribadi kita (kapitalisasi asset kesejarahan personal kita) dengan mengumpulkan sebanyak mungkin potensi dalam diri kita, mengolahnya, dan kemudian menggkristalisasikannya. Dengan cara ini, kita memperluas “ruang keserbamungkinan” dan sedikitnya membantu kita menciptakan peluang sejarah1

 Nah, salah satu potensi yang bisa kita olah dan kristalkan untuk menangkap momentum sejarah adalah dengan mambaca, yang kemudian hasil bacaan kita, kita tuangkan pada majelis-majelis  ilmu atau jika malu berhadapan dengan si pendengar hasil bacaan kita masih kuat memenuhi ruang hati dan pikir kita, maka mungkin menulis bisa menjadi pilihan lain kita. Karena ilmu yang telah kita peroleh sungguh hanya akan menjadi lapuk dimakan lupa jika kita tak membaginya. 

Maka, ketika kawan telah mampu menangkap kilatan momentum itu, izinkanlah daku mengantar kawan semua (terutama diriku sendiri) dengan baris kalimat yang menggelora (masih dari buku Mencari Pahlawan Indonesia) :
2“berjalanlah dengan menatap menuju rumah sejarah. Jika engkau sudah sampai di depan pintu gerbangnya, ketuklah pintunya dan bacakan pada penjaganya puisi Khairil Anwar:

Aku
Kalu  sampai waktuku
Kumau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau. “




#Dari hati yang terdalam terujar: semoga bermanfaat ^__^





Note:
1.       Salim A. Fillah; Agar Bidadari Cemburu Padamu
2.       M. Anis Matta; Mencari Pahlawan Indonesia
3.       1; M. Anis Matta; Mencari Pahlawan Indonesia : Momentum Kepahlawanan
4.       2; M. Anis Matta; Mencari Pahlawan Indonesia : Momentum Kepahlawanan



Si mentari Senja, 23 juli 2013
taggs : inpirasi, bahasa hati

Comments

Popular posts from this blog

Menunggu, Jangan(?)

Pulang

Ketepatan