Ranu
Tidak begitu persis disebalahnya,
sepasang mata teduh lainnya sedang menikmati pemandangan yang sama. Saat langit
sedang bermandikan jingganya senja yang amat tua, pertanda sebentar lagi ia
purna menyelesaikan titah Tuhannya.
Perempuan beransel biru ; “ sudah berapa lama ya
kita tak saling membagi kata, Ran? (senyum). Hmm, ralat, aku, akulah yang selalu
memburumu dengan kata-kata. Sedang kau selalu berhasil menghadiahi tiap resah ku
dengan ketenangan.
Ranu :
Kau terlalu berlebihan, sebenarnya aku hanya menguatkan dirimu yang sejatinya
kuat namun lebih suka hanyut dalam khawatir yang kau lebih-lebihkan.
Perempuan beransel
biru: dan kau, selalu begitu. Ya seharusnya
kau begitu sebab itu kamu. Oh ya, Ran, kau juga sedang menyaksikan kembalinya
senja dihari ini bukan? Apa kau masih tetap yakin kita tak sedang dikerjain?
Ranu :
Jangan bilang ini tentang peristiwa yang menghampiri kita berulang-ulang. Haah,
kau sudah tahu jawaban ku kan, masih tetap itu, tak ada satu redaksipun yang ku
ubah, bahwa..
Perempuan beransel biru : “Bahwa semua yang
mengemuka di bumi nan fana ini hanyalah ujian”, aku masih hafal lengkap dengan
titik koma. Dan kau pun hafal yang ku maksudkan bukan membahas sederet
kalimatmu itu.
Ranu : kau tau biru, ada yang lebih dan bahkan butuh kau khawatiri dan pusingkan dibanding
pertanyaan-pertanyaanmu itu, bahwa pada beberapa hal tidak penting apa yang mengemuka,
seberapa ia mengulang dalam hidup ini, tapi jika hadirnya membuatmu lebih dekat
denganNya, adakah yang lebih nikmat dari itu semua?
Ranu, kau benar,
kadang kita terlalu disibukan merutuki jalan yang tengah kita lalui, membanding-bandingkan
sukar dan mudahnya dengan yang ditempuh orang lain, dan lalu lupa dengan kebaikan
yang diperoleh selama melalui jalan itu. Ranu, akan ku ingat percakapan kita
hari ini, selalu.
13.8.2017
Tags : #Serial #RanudanBiru
Comments
Post a Comment