06012017

“bagaimana ini? Semua sudah pada mau pulang. Sebentar lagi malaikat datang. Apa Bapak bisa jawab tiap pertanyaan?”.
-percakapan jum’at kelabu-


Jum’at pertama di 2017, sebuah takdir bernama kehilangan bertamu dikediaman seorang sahabat. Ia datang tentu dengan titah dari Sang Maha Pemilik semesta, membawa pulang apa yang DIA titipkan.

Jum’at berkabung itu benar diselubungi kelabu, langit pun seolah mempertegas takdir yang telah DIA tetapkan jauh sebelum hadirnya kita di dunia. Maka bila langit saja dapat kelabu hingga merinaikan hujan dariNya apa lagi hati. Sekuat apapun manusia, pada kehilangan tentu hatinya rapuh jua, entah sebentar atau dalam waktu yang lama.

Setelah kabar itu mampir ditelinga, hati lalu bertanya, bagaimana cara menguatkannya?. Bertukar tatapan dengannya dan senyum ku sunggingkan diantara haru yang ku paksa untuk tak merinaikan air mata. Beberapa detik setelah senyum yang ku maksudkan untuk menguatkannya itu, akhirnya tumbang jua setelah dia bercerita bagaimana dia melewati malam perpisahan itu.

Dia, sampai didetik dimana akan berpisah masih tetap yakin bahwa tak akan terjadi perpisahan di malam itu, setidaknya masih ada kesempatan untuk bersama meski entah dalam waktu berapa lama. Namun siapa yang bisa menerka takdirNya, terlebih tentang kematian? Tak ada yang tahu selain DIA tentunya.

Lalu aku disana, berjajar dibelakangnya untuk pulang setelah selesainya penguburan, dia yang bahkan tak mengambil peran untuk menabur bunga dan bergumul dalam tatapan nanarnya, tetiba menghamburkanku dengan tanya yang aku sendiri tak tahu mau menjawab apa.

“apa bapak bisa jawab pertanyaan malaikat, ning?”. Ku elus bahunya sambil berkata; “didoakan Din biar beliau bisa menjawab, beliau pulang di hari yang baik, sabar ya Din”

Ya Rabb, aku bahkan tak yakin bisa menjawab tanya itu bila nanti di posisi yang sama. Perjalanan “pulang” yang sedang ku lalui ini, di jum’at kelabu itu Engkau mengingatkanku bahwa bekalku harus cukup untuk bisa berjumpa dengan Mu, dengan sebelumnya mampu menjawab pertanyaan dari malaikat Mu. 

Ya, apa aku bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu? Apa yang bisa membuatku yakin mampu? Bahkan Titel yang mengekor dibelakang nama sebagai bukti tingginya capain pendidikan seseorang tak bisa dijadikan jaminan selamatnya ia dari tiap tanya. Maka dengan apa kita mengangkuhkan diri di bumi? Maka bagaiamana bisa kita merasa aman dengan tiap amal yang bahkan tak ada papan sekor diterima atau tidaknya?

Ya Rabb, ampuni kami, ridhoilah amalan kami. Jadikanlah amalan-amalan itu sebagai bekal yang akan mengantarkan kami semakin dekat dengan Engkau. Izinkanlah kami pulang dengan khusnul khatimah.




SeNja, 20170108
Dalam perjalanan “pulang”

Tags: Inpirasi

Comments

Popular posts from this blog

Menunggu, Jangan(?)

Pulang

Ketepatan