Rumah

Karena kamu segara maka sudah tentu kamu adalah muara. 
Tapi bisakah kamu juga adalah rumah?

Segara, kamu tahu rumah kan? Setiap kita mendamba rumah kemanapun perginya, rumah semacam rindu yang tiada purna menjumpa akhirnya ketika langkah telah berjarak dari pijakan nayamannya, ya rumah.

Bagimu rumah itu apa? Bolehkah aku membantu menjabarkannya segara?

Bagiku rumah adalah ladang, ladang kebaikan, disana iman kita menyatu, visi kita ketemu, langkah kita seirama menujuNya. Bilapun ada hambatan, kita tahu di rumah yang telah menyimpul aku dan kamu menjadi kita adalah riak-riak bahagia versi lainnya. Hambatan itu akan kita sulap menjadi peluang menyemai benih kebaikan di ladang kita, rumah kita.

 Maka rumah kita, haruslah menjadi rumah cahaya, rumah yang dengan mudah terdengar ayat-ayatNya bukan sumpah serapah atau makian, rumah yang memenuhi hak tetangganya, rumah yang menenangkan nan membetahkan namun tak memalaskan dan melenakan.

Maka rumah kita, tak perlu mewah. Ruang-ruang didalamnya termanfaatkan sebagaimana dibutuhkan, perabotnya seadanya sebutuhnya. Aah.. barangkali kitapun perlu menentukan ada tidak adanya sebuah perabotan dari tujuannya. Bagaimana menurutmu segara?

Tapi barangkali rumah itu juga bukan tentang sebuah kediaman segara, melainkan aku untuk masing-masing kita. Menjadi cahaya untuk masing-masing kita, menjadi yang menenangkan nan menentramkan untuk tiap-tiap kita, menjadi gas sekaligus rem untuk aku kamu. Tentang rem, barangkali kamu akan lebih banyak menjadinya untukku. Tidak mengapakan segara?

Senja dan Segara,
taken by seNjA


            Penghujung Januari 2016
senja yang sedang merindu rumah, segara.




Tags : Serial Senja pada Segara

Comments

Popular posts from this blog

Menunggu, Jangan(?)

Pulang

Ketepatan