Kepada februari
Kepada
februari tentu aku perlu menghaturkan terimakasih
bersebab
padanya Dia hadirkan sahabat jiwa.
Kira-kira sudah hampir 10 tahun kan?, kebersamaan kita telah mengkristal dan menawan tiap
langkahku hingga tak mampu berlama dalam jarak darimu.
Kau masih ingat
bagaimana kita dipertemukan dan diikat pada simpul yang aku rasa lebih kuat
dari ikatan darah?
Kita adalah
teman sekelas di bangku pertama SMA, aku tak mengenalmu pun dirimu tentu. Namun waktu selalu menjadi bagian dari rencana-Nya untuk menautkan jiwa kita.
Sepertinya aku harus mengaku, dulu ku kira kau adalah bukan bagian dari kita,
insiden konyol itu sungguh telah mengubah pandanganku tentangmu. Untuk
prasangkaanku dimasa itu ku harap kau bersedia memaklumi dan memaafkannya.
Lalu lagi-lagi
waktu mengambil bagian dari rencana Dia untuk kita. Bangku kedua hingga ketiga
SMA, kitapun berjarak dalam kelas, namun langkah selalu mampu seirama dan tentu
semakin menguatkan ikatan jiwa.
Kisah
persahabatan kita dimasa itu sepertinya terlalu didominasi oleh warnaku, warna
mendung yang selalu berhasil menghadirkan rintik dan tak pernah berhasil
mereda. Kau mengingatnya bukan? Aku adalah yang paling melankolis diantara kita
berempat. Terlebih di hari itu, hari dimana aku atas saranmu akhirnya menjumpai
jawaban atas pertanyaanku namun berkahir dramatis, untuk hal itu sungguh aku
berterimakasih meskipun saat itu kau mungkin merasa tak nyaman karena menjadi
bagian dari yang menghadirkan hujan lebat disaat siang sedang teriknya. Aaah..
sepertinya aku harus sudahi cerita kelabu itu.
Tapi untuk
pertemuan kita dengan lingkaran cahaya dan
dibersamainya hingga saat ini adalah harta yang lebih dari sekedar
berharga, kau pun merasakannya bukan?
Kau tahu ri,
aku pada beberapa hal ingin seperti dirimu. Perempuan yang begitu gigih meraih
mimpi, tak banyak terpengaruh dengan pandangan orang dan yang ku tahu kau
terbebas dari apa yang menawanku saat ini. Tapi aku sadar ri, kau memang harus
seperti itu agar bisa dibersamai seseorang semacam diriku ini (tentu kau tahu bagaimana
aku).
Ri, atas
kebersamaan kita, aku sungguh berterimakasih pada-Nya. Hadirmu adalah penguat
bagiku, saat dimana kita lagi-lagi dibatasi oleh jarak dan tak lagi di langit
yang sama adalah satu dari sekian waktu terpuruk bagiku, aku bahkan butuh beberapa
waktu untuk bersandiwara dan menahan diri tak berjumpa dengan mu.
Ri, kita tentu
menginsyafi bahwa kebersamaan di dunia pun termasuk dalam kefanaan, maka
perpisahan sepertinya tak bisa kita tawar. Tapi bolehkah aku meminta? Dalam
doamu, tolong selipkan kebersamaan abadi kita di jannah-Nya, pun aku akan
meminta yang sama.
Selamat menjumpai 22 sahabat jiwa ku sayang, semoga tiap peristiwa
yang mengemuka selalu mampu menghadirkan keberkahan dan keistiqamahan bagimu.
Semoga pada tiap waktu yang akan dilewati dan tempat yang ditemui selalu mampu
mempertemukan kita.
Nan neomu saranghae ALLAH
taemonne uri jagiya-ssi :’)
Notes: sedikit
tentangmu, tapi sepertinya selalu didominasi olehku, (semoga kau suka) ^_^
Si Mentari Senja, maret 2015
Tags: bahasa hati.
Comments
Post a Comment